Polemik Permenaker Nomor 2 Tahun 2022


Gak ada angin dan gak ada hujan, Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan peraturan Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Aturan Kemnaker tersebut belakangan menarik perhatian orang dari berbagai kalangan karena mengatur tentang batas umur pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang diatur dalam Pasal 3 yang berbunyi:

"Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun dan juga peserta yang berhenti bekerja (Pasal 3 dan Pasal 4 ayat 1)

Aturan Permenaker yang baru tersebut yang dipersoalan oleh banyak orang khususnya buruh adalah pengaturan tentang umur (pencairan JHT baru bisa dilakukan harus berumur 56 tahun).

Sedangkan didalam aturan yang lama yaitu Permenaker Nomor 19/2015 tidak mengatur batas umur untuk mencairkan JHT, hanya mengatur, JHT dapat dicairkan kalau sudah mencapai usia pensiun.

"Manfaat JHT bagi peserta mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga peserta yang berhenti bekerja (Pasal 3 ayat 2).

Akibatnya, beberapa organisasi buruh beramai-ramai menyatakan sikap menolak Permenaker Nomor 2/2022 tersebut. KSPI misalnya, meminta untuk dibatalkan dan disisi lain Ketua DPR RI, Puan Maharani meminta ditinjau ulang.

Saya pikir, penolakan yang dilakukan oleh organisasi buruh dan kritik yang datang dari berbagai tokoh bangsa tersebut sangat wajar, dimana buruh atau pekerja yang ingin mencairkan JHT-nya setelah pensiun atau di PHK terhalang dengan Permenaker 2/2022, pencairan JHT baru bisa dilakukan setelah berumur 56 tahun padahal JHT itu adalah hak pekerja atau buruh dan pemerintah tidak perlu mengatur batas umur.

Mengingat Permenaker Nomor 2/2022 itu menimbulkan pro dan kontra, pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan harus segera mengakhiri polemik itu dengan cara batalkan Permenaker Nomor 2/2022 dan kembali pada Permenaker Nomor 19/2015.

Saya pikir, itu adalah keputusan yang bijak dan organisasi-organisasi buruh mungkin akan menerima itu karena Permanaker yang lama tidak ada yang menolaknya.

Pesan:

Menteri itu jangan suka bikin aturan yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, sebelum bikin aturan cobalah ajak orang atau kelompok yang paling berkepentingan dalam aturan yang mau dibuat tersebut agar paska peraturan itu diundangkan semua orang atau kelompok menyambutnya dengan gembira bukan sebaliknya, beramai-ramai menolaknya.

Sesimple itu sih...

Soalnya cuman aturan menteri, konsolidasinya tidak serumit membuat UU.

BACA JUGA

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama